UNIVERSITAS GUNADARMA

Rabu, 11 November 2015

review jurnal

Judul               :           ANALISIS PERSEPSI AKUNTAN PUBLIK DAN
MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI
AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Pengarang       :           RONALD ARISETYAWAN
Isi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kompetisi dan globalisasi, setiap profesi
dituntut untuk bekerja secara professional. Kemampuan dan keahlian khusus yang
dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu
bersaing di dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus
yang dimiliki oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal
adanya etika profesi.
Dengan adanya etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-aturan
khusus yang harus ditaati oleh pihak yang menjalankan profesi tersebut. Etika
Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar
batas-batas tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas.
Etika tersebut akan memberi batasan-batasan mengenai apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari oleh suatu profesi.
Etika profesi menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadapsuatu
profesi (Jusup,Al Haryono, 2001: 90). Apabila etika suatu profesi dilanggar maka
harus ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh profesi
tersebut. Jika tidak maka akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi tersebut akan berkurang. Sedangkan apabila suatu profesi dijalankan
berdasarkan etika profesi yang ada maka hasilnya tidak akan merugikan
kepentingan umum dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi tersebut.
Profesi akuntan sekarang ini dituntut untuk mampu bertindak secara
professional dan sesuai dengan etika. Hal tersebut karena profesi akuntan
mempunyai tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat baik terhadap
pekerjaannya, organisasinya, masyarakat dan dirinya sendiri. Dengan bertindak
sesuai dengan etika maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan
meningkat.Terlebih saat ini profesi akuntan diperlukan oleh perusahaan,
khususnya perusahaan yang akan masuk pasar modal. Hal ini disebabkan setiap
perusahaan yang hendak ikut serta dalam bursa efek wajib diaudit oleh akuntan
publik.
Untuk mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), sejak tahun 1975 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang
telah mengalami revisi pada tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun
1998. Dalam mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan
pentingnya prinsip etika bagi akuntan :
Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan
menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan
peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik,
pemakai jasa dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku
etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
(Jusup, Al Haryono, 2001: 90).
Namun kenyataanya dalam praktek sehari-hari masih banyak terjadi
pelanggaran terhadap Kode Etik tersebut. Berbagai pelanggaran terjadi baik di
3
Amerika maupun di Indonesia. Di Indonesia sendiri pelanggaran Kode Etik sering
dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah.
Runtuhnya perusahaan raksasa Enron Corporation yang merupakan salah
satu perusahaan terkemuka di Amerika Serikat telah melibatkan KAP Arthur
Andersen sebagai akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan
tersebut. Perusahaan tersebut telah diduga melebihkan neraca dan laporan
keuangan. Skandal Enron memunculkan banyak pertanyaan seputar peranan
Arthur Andersen. Sebab auditor bertaraf internasional ini telah memainkan dua
posisi strategis diperusahaan tersebut, sebagai auditor dan konsultan bisnis Enron.
Hal inilah yang kemudian menjadi perdebatan di kalangan auditor (jasa akuntan
publik) mengenai industri akuntansi dan potensi benturan kepentingan yang
dihadapi perusahaan tersebut dalam peranannya di masyarakat (Media
Akuntansi,2002: 17-19).
Arthur Andersen secara nyata telah melakukan pelanggaran pada prinsip
kepentingan publik, dimana sebagai Kantor Akuntan Publik yang menerima
kepercayaan masyarakat yang sangat tinggi justru melakukan kebohongan publik
dengan membiarkan laporan keuangan Enron terbit. Padahal dalam kenyataannya
Enron diduga melebih-lebihkan neraca dan laporan keuangan. Selain itu Arthur
Andersen juga melanggar prinsip integritas dan obyektivitas dimana selain
mengaudit laporan keuangan Enron mereka juga berperan sebagai konsultan
bisnis mereka. Arthur Andersen juga mendiskreditkan profesi akuntan publik
dengan menjalankan dua posisi tersebut, dan hal tersebut jelas melanggar prinsip
perilaku profesional.
4
Etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Di Indonesia issue ini
berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi
baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan
pemerintah. Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika ini dapat
ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan
pertanggungjawaban pengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya
21 kasus yang melibatkan 53 KAP. Dari hasil penelitian BPKP terhadap 82 KAP
dapat diketahui bahwa selama tahun 1994 sampai dengan 1997 terdapat 91,81%
KAP tidak memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik, 82,39% tidak
menerapkan sistem Pengendalian Mutu, 9,33% tidak mematuhi kode etik dan
5,26% tidak mematuhi peraturan perundang-undangan. Data terakhir (Media
Akuntansi , Edisi 27, 2002,5) ada 10 KAP yang melakukan pelanggaran saat
mengaudit bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998.
Pelanggaran-pelanggaran ini seharusnya tidak terjadi apabila setiap
akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan menerapkan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan seseorang
profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya
melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Penelitian mengenai etika profesi
akuntan ini dilakukan karena profesi akuntan aktivitasnya tidak terlepas dari
aktivitas bisnis yang menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga
harus memahami dan menerapkan etika profesinya dalam bisnis. Penelitian ini
5
juga dilakukan kepada mahasiswa akuntansi karena mereka adalah calon akuntan
yang seharusnya terlebih dulu dibekali pengetahuan mengenai etika sehingga
kelak bisa bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi.
Persepsi perlu diteliti karena sebagai gambaran pemahaman terhadap kode
etik profesi. Dengan pengetahuan, pemahaman, kemauan yang lebih untuk
menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dapat mengurangi
berbagai pelanggaran etika (Ludigdo, 1999).
Untuk mempersempit ruang lingkup penelitian, peneliti memfokuskan
penelitian pada 3 Prinsip Etika yaitu Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan
Publik, dan Kerahasiaan.
Penelitian yang dilakukan Stevens et al. (1993) hasil analisis dengan t-test
menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan di antara
kelompok, walaupun ada kecenderungan staf pengajar lebih berorientasi etis
disbanding mahasiswa baik yang tingkat akhir maupun mahasiswa baru. Desriani
(1993) bahwa terdapat persepsi yang signifikan antar kelompok akuntan.
Sihwahjoeni dan Gudono (2000) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan persepsi yang signifikan diantara tujuh kelompok akuntan. Dalam
penelitiannya juga mengungkapkan bahwa di antara kelompok profesi akuntan
tersebut mempunyai persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik.
Jaka Winarna dan Ninuk Retnowati (2003) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa untuk prinsip etika secara keseluruhan disimpulkan bahwa
antara akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi mempunyai
perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Kode Etik. Indiana Farid Martadi dan
6
Sri Suranta (2006) bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara
akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswa
akuntansi terhadap etika profesi. Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan
antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita
terhadap etika profesi.
Nicolas Koumbiadis dan John S.Okpara (2008) Hasil studi ini
mengindikasikan bahwa persepsi mahasiswa akuntansi dalam kedua kelompok
sejalan dengan Teori Pengembangan Moral Kohlberg. Pembandingan mean
responden melaporkan bahwa mahasiswa akuntansi memahami tanggung jawab
dan konsekuensi hal – hal yang tidak etis.
Berdasarkan permasalahan yang ada tersebut maka menjadi latar belakang
untuk menyusun skripsi ini dengan judul “Analisis Persepsi Akuntan Publik dan
Mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia

1.2 Perumusan Masalah
Dengan mencermati kondisi saat ini, peran akuntan di mata masyarakat
seringkali dipandang negatif. Hal tersebut dikarenakan banyak kasus yang
merugikan masyarakat secaraluas seperti kasus Enron yang terjadi di Amerika
dimana KAP Arthur Andersen yang ditunjuk sebagai auditor laporan keuangan
melakukan pelanggaran berupa ikut serta dalam memanipulasi laporan keuangan
Enron Corporation agar performa klien terlihat lebih bagus di mata investor.
Padahal apabila Kode Etik Akuntan yang mengatur mengenai pelaksanaan profesi
akuntan dilaksanakan dengan tulus dan niat yang baik maka hal tersebut tidak
seharusnya terjadi.
Penegakan etika profesi harus dimulai melalui pemahaman dan
penghayatan dengan kesadaran penuh sedini mungkin, yaitu sejak bangku kuliah.
Apabila pemahaman akan Kode Etik Akuntan tersebut tidak dipersepsikan dengan
baik maka dalam melakukan praktek kerja di masyarakat akan mengurangi
kualitas audit report (Ludigdo, 1999). Berdasarkan hal tersebut maka dalam
penelitian ini masalah yang diangkat adalah:
1.         Bagaimana persepsi akuntan publik terhadap prinsip-prinsip Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia?
2.         Bagaimana persepsi mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap
prinsip-prinsip Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia?
3.         Apakah ada perbedaan persepsi antara akuntan publik dan mahasiswa
akuntansi pendidikan profesi akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan?
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
a. Untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai perilaku dan
persepsi mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia.
b. Untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai perilaku dan
persepsi akuntan publik terhadap kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
c. Untuk mengetahui perbedaan persepsi mahasiswa pendidikan profesi
akuntansi dan akuntan publik terhadap kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
1.3.2 Manfaat
a. Bagi akademisi :
b. Dapat membantu para akademisi untuk lebih memahami tingkat sensitivitas
mahasiswa akuntansi terhadap Etika Profesi Akuntan. Pemahaman yang lebih
baik terhadap perkembangan etika mahasiswa akuntansi akan dapat member
masukan yang penting dalam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi
akuntansi, yaitu dengan diadakannya mata kuliah Etika Profesi Akuntan bagi
mahasiswa. Hasil penelitian inipun, setidaknya akan dapat menjadi indikator
mengenai bagaimana calon-calon akuntan tersebut akan berperilaku
professional di masa yang akan datang.
c. Dapat membantu para akademisi untuk lebih memahami tingkat sensitivitas
mahasiswa akuntansi terhadap Etika Profesi Akuntan. Pemahaman yang lebih
baik terhadap perkembangan etika mahasiswa akuntansi akan dapat member
masukan yang penting dalam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi
akuntansi, yaitu dengan diadakannya mata kuliah Etika Profesi Akuntan bagi
mahasiswa. Hasil penelitian inipun, setidaknya akan dapat menjadi indikator
mengenai bagaimana calon-calon akuntan tersebut akan berperilaku
professional di masa yang akan datang.
d. Diharapkan akan menjadi masukan yang penting bagi pendidikan tinggi
akuntansi di Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan kualitasnya.
Pendidikan akuntansi sebenarnya tidak saja bertanggungjawab pada pada
pengajaran ilmu pengetahuan bisnis dan akuntansi kepada mahasiswanya,
tetapi juga bertanggungjawab mendidik mahasiswanya, tetapi juga
bertanggungjawab mendidik mahasiswanya agar mempunyai kepribadian
yang utuh sebagai manusia. Hal ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional
( Pasal 4 UU No.2 tahun 1989), yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bagi praktisi :
e. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan para kelompok akuntan yang
menjadi responden, untuk mengetahui seberapa jauh kode etik yang
diterapkan telah melembaga dalam diri masing-masing kelompok akuntan
tersebut, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa perilakunya dapat
memberikan citra profesi yang mapan dan kemahiran profesionalnya dalam
memberikan jasa kepada masyarakat yang semakin berarti, sehingga
menghasilkan audit report yang berkualitas baik.
f. Bagi pemakai jasa profesi, hasil penelitian ini dapat meningkatkan
kepercayaan mereka terhadap profesi akuntan sebagaimana layaknya yang
mereka harapkan.
g. Memberikan masukan dalam mendiskusikan masalah kode etik akuntan guna
penyempurnaan serta pelaksanaannya bagi seluruh akuntan di Indonesia.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Akuntansi PPA dan
Akuntan publik memiliki persepsi yang berbeda terhadap kode etik profesi
akuntan publik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam IAI, meskipun secara
deskriptif kedua kelompok mempunyai persepsi yang baik terhadap kode etik
profesi akuntan. Hal ini menunjukkan satu langkah yang baik dimana di tengah
badai yang menerpa profesi akuntan publik, IAI mengeluarkan kode etik profesi
akuntan yang dapat memulihkan nama baik dan kredibilitasnya yang telah
dipersepsikan dengan baik oleh mahasiswa akuntansi maupun akuntan publik.
Dari pengujian hipotesis diperoleh bahwa adanya perbedaan persepsi
antara mahasiswa akuntansi dengan akuntan publik, dimana mahasiswa akuntansi
PPA memiliki persepsi yang lebih besar mengenai penerapan Kode etik akuntan
sebagaimana dituangkan dalam IAI. Dengan demikian harapan mahasiswa
akuntansi terhadap kode etik akuntan pada IAI menunjukkan lebih tinggi
dibanding akuntan publik itu sendiri.
Adanya perbedaan tersebut lebih banyak dipengaruhi karena faktor
perbedaan pandangan antara praktisi dan akademisi mengenai pelaksanaan kode
etik dalam penerapannya di lapangan. Akuntan publik sebagai pelaksana praktis
yang juga merupakan bisnis mereka tentunya mengharapkan sedikit kelonggaran
dalam penerapan teknis kode etik akuntan, khususnya yang dinilai menghambat
usaha mereka dalam mendapatkan klien. Sebaliknya mahasiswa akuntansi dengan
sebagai akademisi tentunya memiliki pemikiran yang bersifat harapan besar
bahwa kode etik IAI tersebut dapat mengubah pandangan profesi akuntan sebagai
profesi yang lebih baik yang dibatasi oleh norma-norma kesepakatan yang akan
menguntungkan bagi semua pihak yang terkait dengan proses akuntansi.
Kepentingan akuntan publik terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan
profesinya lebih besar daripada mahasiswa akuntansi. Salah satu yang
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan adalah adanya klien. Dalam hal
ini persaingan antara KAP tidak dapat dipungkiri akan memungkinkan
memunculkan satu pelanggaran terhadap kode etik, karena masing-masing KAP
akan mencoba untuk menjadi yang terbaik. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan pihak IAI agar dapat memberikan kelonggaran
dalam menetapkan Kode Etik Akuntan agar pihak akuntan publik tidak
melakukan pelanggaran kode etik untuk mendapatkan klien. Hal ini akan
memperkecil persepsi akuntan publik terhadap kode etik IAI.
Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan
yang dapat menjawab hipotesis penelitian sebelumnya. Kesimpulan tersebut
adalah sebagai berikut :
Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi mahasiswa
akuntansi PPA dan akuntan publik dalam hal ini diterima. Perbedaan persepsi
tersebut lebih banyak dipengaruhi karena faktor perbedaan sudut pandang antara
praktisi dan akademisi mengenai pelaksanaan kode etik dalam penerapannya di

lapangan.

Rabu, 14 Oktober 2015

Perilaku Etika Dalam Bisnis

Nama : Hasyadi Racca Wiratma
Kelas : 4EB22
Dosen : Early Armein
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
Judul : Perilaku Etika Dalam Bisnis

UNIVERSITAS GUNADARMA
2015


Perilaku Etika dalam Bisnis
     Etika bisnis merupakan suatu rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti apabila menjalankan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan diakui prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
1. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
          Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.
A.Budaya Organisasi
      Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
B.Ekonomi Lokal
         Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
C.Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
       Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
D. Persaingan di Industri

      Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Saling Ketergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
       Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
     Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
a. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
             Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
b. Hubungan dengan karyawan
         Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).

c. Hubungan antar bisnis
           Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
d. Hubungan dengan Investor
           Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
e. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
      Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
          Para pelaku bisnis diharapkan dapat mengaplikasikan etika bisnis dalam menjalankan usahanya. Dengan adanya etika bisnis yang baik dari suatu usaham maka akan memberikan suatu nilai positif untuk perusahaannya. Hal ini sangatlah penting dami meningkatkan ataupun melindungi reputasi perusahaan tersebut sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan dengan baik, bahkan dapat meningkatkan cangkupan bisnis yang terkait. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah :
a. Pengendalian diri
            Pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain.
b. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial
              Pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian pelatihan keterampilan, dan lain sebagainya.
c. Mempertahankan Jati Diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan TI.
                 Bukan berarti etika bisnis anti pekembangan informasi dan terknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk kepentingan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
d. Menciptakan persaingan yang sehat
          Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya.
e. Menerapkan konsep "pembangunan berkelanjutan"
             Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
             Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar
h. Menumbuhkan sikap saling percaya
             Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
i. Konsekuen dan Konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1. Situasi Dahulu
         Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
               Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
                  Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
            Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
               Tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
6. Etika Bisnis Dan Akuntan
               Profesi Akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu : keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukan personality seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etin akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi yang mendalam. Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
                Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
           Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.

Sumber :
http://noviyuliyawati.wordpress.com/2013/10/23/perilaku-etika-dalam-bisnis/
http://igamuhammad.blogspot.com/2013/10/perilaku-etika-dalam-bisnis.html
http://valiani-softskill.blogspot.com/2013/10/perilaku-etika-dalam-bisnis_4.html

Jurnal Etika Profesi Akuntansi


Nama :Hasyadi Racca Wiratma
Kelas : 4EB22
Dosen : Early Armein
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
Judul : Etika Profesi Akuntansi

UNIVERSITAS GUNADARMA
2015

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI (JURNAL)

Pengaruh Pengalaman Time Budget Pressure dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit
Penulis :  Goodman Hutabarat 
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor terhadap kualitas audit di Kantor Akuntan Publik di Bali. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa daftar nama Kantor Akuntan Publik dan data primer berupa jawaban-jawaban responden dari pengumpulan data kuesioner. Penelitian ini menggunakan metode simple random sampling dalam penentuan sampel da nada 36 sampel yang memenuhi kriteria. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk teknik analisis datanya, dimana hasil penelitian menunjukkan variabel independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor berpengaruh secar simultan terhadap kualitas audit. Secara parsial hanya tingkat pendidikan dan etika profesi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

PENDAHULUAN
            Profesi auditor telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Kasus Enron dan kasus Worldcom di Amerika dan kasus-kasus audit lainnya membuat kredibilitas auditor semakin dipertanyakan. Kasus Enron di Amerika yang melibatkan kantor akuntan publik Arthur Andersen. Pada kasus Enron tersebut terjadi manipulasi laporan keuangan. Pada laporan keuangan dilaporkan perusahaan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal sebenarnya perusahaan mengalami kerugian. Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan ternyata terdapat beberapa pejabat, manajer dan sebagian besar staf akuntansi Enron adalah mantan auditor di KAP Andersen.
            Berdasarkan kasus audit di atas menimbulkan pertanyaan, apakah sebenarnya auditor tersebut mampu mendeteksi kecurangan-kecurangan dan kelemahan penyajian laporan keuangan klien atau sebenarnya mereka mampu mendeteksinya tetapi tidak mengumumkannya dalam laporan audit. Jika auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa yang dilakukan klien maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun apabila yang terjadi akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, seperti yang terungkap dalam kasus Enron maka inti permasalahannya adalah independensi auditor.
            Menurut Libby dan Frederick (1990) pengalaman yang dimiliki auditor akan mempengaruhi kualitas auditnya, mereka menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor (Bonner, 1990; Ashton, 1991; Choo dan Trotman, 1991; Tubbs, 1992; Abdolmohammadi dan Wright, 1987).
            Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas audit adalah time budget pressure (tekanan anggaran waktu). Menurut Waggoner et.al (1991), jika alokasi waktu untuk penugasan tidak cukup, maka auditor mungkin mengkompensasikan dengan kerja mereka dengan cepat, dan hanya menyelesaikan tugas-tugas yang penting saja sehingga mungkin menghasilkan kinerja yang tidak efektif. Dezoort (1998) menyatakan bahwa adalah hal yang umum ditemukan bahwa di bawah tekanan anggaran waktu, individu cenderung akan bekerja dengan cepat sehingga akan berdampak pada penurunan kinerjanya. Time budget pressure akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap kualitas pekerjaan audit. Sebagian besar penelitian mengindikasikan bahwa tekanan waktu bisa mendorong perilaku disfungsional antara lain terjadinya premature sign-off dan under-reporting of chargeable time (Kelly dan Margheim, 1990; Glover, 1997; Dezoort, 1998; Soobaroyen dan Chengabroyan, 2005).
            Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya. Pengembangan dan kesadaran etis/moral memainkan peran kunci dalam semua area profesi akuntansi (Louwers et.al, 1997). Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilemma etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Pertimbangan professional berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu, sehingga kesadaran etika/moral memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan dalam pekerjaan audit (Deis & Giroux, 1992; Shaub & Lawrence, 1996; Trevino, 1986).

METODE PENELITIAN
            Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah auditor yang terdapat dalam KAP yang terdapat di Jawa Tengah. Pemilihan sampel penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu kualitas audit, tiga variable bebas (independen) yaitu pengalaman, time budget pressure dan etika auditor. Indikator yang digunakan untuk mengukur pengalaman adalah sebagai berikut : (a) lama melakukan audit, (b) jumlah klien yang sudah diaudit, (c) jenis perusahaan yang pernah di audit. Indikator yang digunakan untuk mengukur time budget pressure adalah sebagai berikut: (a) keketatan anggaran, dan (b) ketercapaian anggaran.
            Variabel etika auditor akan diproksikan dalam dua dimensi yakni: (a) locus of control internal dan (b) kesadaran etis. Etika auditor yang diukur dalam etika auditor ini dibatasi pada nilai etis yang dimiliki auditor. Adapun untuk mengukur kualitas audit pada auditor dalam penelitian ini digunakan indikator kualitas audit yang dikembangkan dan dikemukakan oleh: Wooten (2003), Bhen et.al (1997), Duff (2004), yaitu sebagai berikut: (a) deteksi salah saji, (b) melaporkan salah saji, (c) komitmen yang kuat terhadap jasa audit yang diberikan kepada klien, (d) prinsip kehati-hatian, (e) review dan pengendalian oleh supervisor, (f) perhatian yang diberikan oleh manajer dan patner.
            Pengujian validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstrak (construct validity) dan teknik yang digunakan adalah dengan Pearson Product Moment.Teknik uji reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas konsistensi internal. Untuk mengukur konsistensi internal digunakan pengujian dengan teknik Cronbach’s Alpha. Untuk memastikan apakah ada pengaruh pengalaman, time budget pressure dan etika auditor terhadap kualitas audit maka pengujian dilakukan dengan uji analisis jalur (path analysis). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1       : Pengalaman, time budget pressure dan etika auditor berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit.
H2       : Pengalaman, time budget pressure dan etika auditor berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.

HASIL DAN PEMBAHASAN
            Hasil pengujian validitas data menunjukkan bahwa semua (enam) item pertanyaan untuk variabel pengalaman valid. Semua (empat) item pertanyaan untuk mengukur time budget pressure valid. Sedangkan untuk variabel etika auditor terdapat satu item pertanyaan untuk dimensi locus of control yang tidak valid sehingga di keluarkan dari data yang digunakan. Hasil pengujian validitas untuk variabel kualiatas audit menunjukkan semua pertanyaan valid. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan reliabel.
            Berdasarkan hasil output regresi diperoleh hubungan positif yang kuat antara pengalaman dengan kualitas audit sebesar 0,664. Hubungan positif yang sedang antara etika auditor dengan kualitas audit sebesar 0,573, hubungan positif yang sedang antara pengalaman dengan etika auditor
sebesar 0,475. Hubungan negatif yang sedang antara time budget pressure dengan kualitas audit sebesar -0,453. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien jalur pengalaman terhadap kualitas audit sebesar 0,485, koefisien jalur time budget pressure terhadap kualitas audit sebesar -0,286, dan koefisien jalur etika auditor terhadap kualitas audit sebesar 0,261.
            Pengujian hipotesis pertama menggunakan data Fhitung dan Ftabel. Ftabel untuk tingkat signifikansi 0,05 dan derajat bebas db1 = 3 dan db2 = 85-3-1 = 81, diperoleh F 0,05(3,81) = 2,72. Karena Fhitung lebih besar dari Ftabel (40,692 > 2,72) maka dapat diambil keputusan untuk menolak H0. Berdasarkan hasil uji empiris diperoleh nilai F untuk model sebesar 40,692 dengan nilai probabilitas (sig) 0,000. Karena nilai sig < 0,05, maka Ho ditolak dan pengujian secara individual dapat dilakukan. Dengan demikian hipotesis pertama dalam penelitian ini (H1) diterima (terbukti), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman, time budget pressure dan etika auditor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
            Pengujian hipotesis kedua menggunakan data thitung dan ttabel. Berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien jalur variabel pengalaman ke kualitas audit sebesar 0,485 (t = 6,073; P = 0,000), koefisien jalur benilai positif (0,485). Pengujian parsial diketahui bahwa untuk variabel pengalaman thitung > ttabel (6,073 > 1,6639) dan dapat juga dilihat tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hasil menunjukkan koefisien jalur pengalaman ke kualitas secara statistik signifikan (Ho ditolak). Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Choo & Trotman (1991), Boner & Lewis (1990) dan Abdolmohammadi & Wright (1987) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, dampak pengalaman auditor akan signifikan terhadap hasil kinerja auditor, mereka juga menyimpulkan bahwa staf yang berpengalaman akan memberikan pendapat yang berbeda dengan staf junior untuk tugas-tugas yang sifatnya terstruktur.
            Pengujian hipotesis kedua untuk variabel time budget pressure menunjukkan nilai koefisien
jalur time budget pressure ke kualitas audit sebesar -0,285 (t = -3,894 ; P = 0,000), koefisien jalur benilai negatif (-0,285). Berdasarkan hasil perhitungan juga diketahui bahwa thitung > ttabel(3,894 > 1,6639) dan dapat juga dilihat tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hasil menunjukkan koefisien jalur time budget pressure ke kualitas audit secara statistik signifikan (Ho ditolak). Jadi dapat disimpulkan bahwa time budget pressure berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas audit. Semakin tinggi time budget pressure maka semakin rendah kualitas audit. Walaupun sebagian besar auditor tidak melakukan prematur sign-off, akan tetapi terdapat jumlah yang cukup banyak yang menyatakan kadang-kadang juga melakukannya 38,8 persen. Sebagian besar (74,1 persen) auditor menyatakan sering memenuhi anggaran biaya jika mencatat waktu yang dilakukan untuk melakukan audit.
            Berdasarkan hasil uji empiris diperoleh nilai koefisien jalur etika auditor kepada kualitas audit sebesar 0,261 (t = 3,186 ; P = 0,002), koefisien jalur benilai positif (0,261). Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa thitung > ttabel (3,186 > 1,6639) dan dapat juga dilihat tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05). Hasil menunjukkan koefisien jalur etika auditor kepada kualitas audit secara  statistic signifikan (Ho ditolak). Jadi dapat disimpulkan bahwa etika auditor berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Semakin tinggi etika auditor maka semakin tinggi kualitas audit.
            Menurut Ziegenfuss & Singhapakdi (1994) bahwa orientasi etika auditor mempunyai hubungan positif dengan perilaku pengambilan keputusan etis. Auditor dengan skor idealisme yang tinggi akan cenderung membuat keputusan yang secara absolut lebih bermoral (favor moral absolute) dan sebaliknya.

KESIMPULAN
Pengalaman audit, time budget pressure dan etika auditor secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit. Pengalaman audit memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kualitas audit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pengalaman audit maka akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas audit. Time budget pressureberpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas audit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan anggaran waktu maka akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas audit. Etika auditor berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi etika auditor maka akan berpengaruh terhada meningkatknya kualitas audit.
SARAN
            Adanya pengaruh positif dari pengalaman terhadap kualitas audit maka disarankan kepada kantor akuntan publik untuk memberikan penugasan audit yang memiliki kompleksitas tugas audit yang tinggi kepada auditor yang sudah memiliki pengalaman audit, baik pengalaman dari sisi lama melakukan  audit,pengalaman dari jumlah klien yang diaudit dan pengalaman dari jenis perusahaan yang diaudit. Hasil penelitian yang menunjukkan terdapat pengaruh negatif time budget pressure terhadap kualitas audit, maka hal ini tentunya perlu menjadi perhatian perusahaan auditor untuk lebih memperhatikan penyusunan rencana anggaran auditnya baik dalam hal anggaran waktu audit maupun penyusunan rencana anggaran biaya audit. Pelaksanaan audit tidak mengalami tekanan anggaran waktu yang berlebihan yang dapat mengancam kualitas audit.

REFERENSI
Ardani, Lilis. 2010. Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas, dan Motivasi Terhadap Kualitas Audit. Dalam Majalah Ekonomi Tahun XX.

Badjuri, Achmat. (2011). Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah. Dinamika Keuangan dan Perbankan. 3(2) (Nov) h: 183-197.

Baotham, Sumintorn. 2007. The Impact of Proffesional Knowledge and Personal Ethics on Audit Quality. International Academy Bisnis & Ekonomi.

Chanawongse, Kasom., Poonpol, Parnsiri., Poonpool, Nuttavong. 2011. The Effect of Auditor Professional on Audit Quality: An Empirical Study of Certified Public Accountants (CPAs) in Thailand. International Academy Bisnis & Ekonomi.

Faizal, Hardiyah, M. Rizal Yahya. 2012. Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Dengan Kecerdasan Emosional Sebagai Variabel Moderasi (Survei pada Kantor Akuntan Publik di Indonesia). Dalam Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Friska, Novanda. 2012. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Gautama, Ibnu dan Muhammad Arfan. 2010. Pengaruh Kepuasan Kerja, Profesionalisme, dan Penerapan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Auditor. Dalam Jurnal Telaah & Riset Akuntansi, 3(2) Juli: pp: 195-205

Halim, Abdul. 2008. Auditing I (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan), Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.