UNIVERSITAS GUNADARMA

Rabu, 11 November 2015

review jurnal

Judul               :           ANALISIS PERSEPSI AKUNTAN PUBLIK DAN
MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI
AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Pengarang       :           RONALD ARISETYAWAN
Isi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kompetisi dan globalisasi, setiap profesi
dituntut untuk bekerja secara professional. Kemampuan dan keahlian khusus yang
dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu
bersaing di dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus
yang dimiliki oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal
adanya etika profesi.
Dengan adanya etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-aturan
khusus yang harus ditaati oleh pihak yang menjalankan profesi tersebut. Etika
Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar
batas-batas tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas.
Etika tersebut akan memberi batasan-batasan mengenai apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari oleh suatu profesi.
Etika profesi menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadapsuatu
profesi (Jusup,Al Haryono, 2001: 90). Apabila etika suatu profesi dilanggar maka
harus ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh profesi
tersebut. Jika tidak maka akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi tersebut akan berkurang. Sedangkan apabila suatu profesi dijalankan
berdasarkan etika profesi yang ada maka hasilnya tidak akan merugikan
kepentingan umum dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi tersebut.
Profesi akuntan sekarang ini dituntut untuk mampu bertindak secara
professional dan sesuai dengan etika. Hal tersebut karena profesi akuntan
mempunyai tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat baik terhadap
pekerjaannya, organisasinya, masyarakat dan dirinya sendiri. Dengan bertindak
sesuai dengan etika maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan
meningkat.Terlebih saat ini profesi akuntan diperlukan oleh perusahaan,
khususnya perusahaan yang akan masuk pasar modal. Hal ini disebabkan setiap
perusahaan yang hendak ikut serta dalam bursa efek wajib diaudit oleh akuntan
publik.
Untuk mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), sejak tahun 1975 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang
telah mengalami revisi pada tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun
1998. Dalam mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan
pentingnya prinsip etika bagi akuntan :
Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan
menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan
peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik,
pemakai jasa dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku
etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
(Jusup, Al Haryono, 2001: 90).
Namun kenyataanya dalam praktek sehari-hari masih banyak terjadi
pelanggaran terhadap Kode Etik tersebut. Berbagai pelanggaran terjadi baik di
3
Amerika maupun di Indonesia. Di Indonesia sendiri pelanggaran Kode Etik sering
dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah.
Runtuhnya perusahaan raksasa Enron Corporation yang merupakan salah
satu perusahaan terkemuka di Amerika Serikat telah melibatkan KAP Arthur
Andersen sebagai akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan
tersebut. Perusahaan tersebut telah diduga melebihkan neraca dan laporan
keuangan. Skandal Enron memunculkan banyak pertanyaan seputar peranan
Arthur Andersen. Sebab auditor bertaraf internasional ini telah memainkan dua
posisi strategis diperusahaan tersebut, sebagai auditor dan konsultan bisnis Enron.
Hal inilah yang kemudian menjadi perdebatan di kalangan auditor (jasa akuntan
publik) mengenai industri akuntansi dan potensi benturan kepentingan yang
dihadapi perusahaan tersebut dalam peranannya di masyarakat (Media
Akuntansi,2002: 17-19).
Arthur Andersen secara nyata telah melakukan pelanggaran pada prinsip
kepentingan publik, dimana sebagai Kantor Akuntan Publik yang menerima
kepercayaan masyarakat yang sangat tinggi justru melakukan kebohongan publik
dengan membiarkan laporan keuangan Enron terbit. Padahal dalam kenyataannya
Enron diduga melebih-lebihkan neraca dan laporan keuangan. Selain itu Arthur
Andersen juga melanggar prinsip integritas dan obyektivitas dimana selain
mengaudit laporan keuangan Enron mereka juga berperan sebagai konsultan
bisnis mereka. Arthur Andersen juga mendiskreditkan profesi akuntan publik
dengan menjalankan dua posisi tersebut, dan hal tersebut jelas melanggar prinsip
perilaku profesional.
4
Etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Di Indonesia issue ini
berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi
baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan
pemerintah. Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika ini dapat
ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan
pertanggungjawaban pengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya
21 kasus yang melibatkan 53 KAP. Dari hasil penelitian BPKP terhadap 82 KAP
dapat diketahui bahwa selama tahun 1994 sampai dengan 1997 terdapat 91,81%
KAP tidak memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik, 82,39% tidak
menerapkan sistem Pengendalian Mutu, 9,33% tidak mematuhi kode etik dan
5,26% tidak mematuhi peraturan perundang-undangan. Data terakhir (Media
Akuntansi , Edisi 27, 2002,5) ada 10 KAP yang melakukan pelanggaran saat
mengaudit bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998.
Pelanggaran-pelanggaran ini seharusnya tidak terjadi apabila setiap
akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan menerapkan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan seseorang
profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya
melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Penelitian mengenai etika profesi
akuntan ini dilakukan karena profesi akuntan aktivitasnya tidak terlepas dari
aktivitas bisnis yang menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga
harus memahami dan menerapkan etika profesinya dalam bisnis. Penelitian ini
5
juga dilakukan kepada mahasiswa akuntansi karena mereka adalah calon akuntan
yang seharusnya terlebih dulu dibekali pengetahuan mengenai etika sehingga
kelak bisa bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi.
Persepsi perlu diteliti karena sebagai gambaran pemahaman terhadap kode
etik profesi. Dengan pengetahuan, pemahaman, kemauan yang lebih untuk
menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dapat mengurangi
berbagai pelanggaran etika (Ludigdo, 1999).
Untuk mempersempit ruang lingkup penelitian, peneliti memfokuskan
penelitian pada 3 Prinsip Etika yaitu Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan
Publik, dan Kerahasiaan.
Penelitian yang dilakukan Stevens et al. (1993) hasil analisis dengan t-test
menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan di antara
kelompok, walaupun ada kecenderungan staf pengajar lebih berorientasi etis
disbanding mahasiswa baik yang tingkat akhir maupun mahasiswa baru. Desriani
(1993) bahwa terdapat persepsi yang signifikan antar kelompok akuntan.
Sihwahjoeni dan Gudono (2000) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan persepsi yang signifikan diantara tujuh kelompok akuntan. Dalam
penelitiannya juga mengungkapkan bahwa di antara kelompok profesi akuntan
tersebut mempunyai persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik.
Jaka Winarna dan Ninuk Retnowati (2003) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa untuk prinsip etika secara keseluruhan disimpulkan bahwa
antara akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi mempunyai
perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Kode Etik. Indiana Farid Martadi dan
6
Sri Suranta (2006) bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara
akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswa
akuntansi terhadap etika profesi. Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan
antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita
terhadap etika profesi.
Nicolas Koumbiadis dan John S.Okpara (2008) Hasil studi ini
mengindikasikan bahwa persepsi mahasiswa akuntansi dalam kedua kelompok
sejalan dengan Teori Pengembangan Moral Kohlberg. Pembandingan mean
responden melaporkan bahwa mahasiswa akuntansi memahami tanggung jawab
dan konsekuensi hal – hal yang tidak etis.
Berdasarkan permasalahan yang ada tersebut maka menjadi latar belakang
untuk menyusun skripsi ini dengan judul “Analisis Persepsi Akuntan Publik dan
Mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia

1.2 Perumusan Masalah
Dengan mencermati kondisi saat ini, peran akuntan di mata masyarakat
seringkali dipandang negatif. Hal tersebut dikarenakan banyak kasus yang
merugikan masyarakat secaraluas seperti kasus Enron yang terjadi di Amerika
dimana KAP Arthur Andersen yang ditunjuk sebagai auditor laporan keuangan
melakukan pelanggaran berupa ikut serta dalam memanipulasi laporan keuangan
Enron Corporation agar performa klien terlihat lebih bagus di mata investor.
Padahal apabila Kode Etik Akuntan yang mengatur mengenai pelaksanaan profesi
akuntan dilaksanakan dengan tulus dan niat yang baik maka hal tersebut tidak
seharusnya terjadi.
Penegakan etika profesi harus dimulai melalui pemahaman dan
penghayatan dengan kesadaran penuh sedini mungkin, yaitu sejak bangku kuliah.
Apabila pemahaman akan Kode Etik Akuntan tersebut tidak dipersepsikan dengan
baik maka dalam melakukan praktek kerja di masyarakat akan mengurangi
kualitas audit report (Ludigdo, 1999). Berdasarkan hal tersebut maka dalam
penelitian ini masalah yang diangkat adalah:
1.         Bagaimana persepsi akuntan publik terhadap prinsip-prinsip Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia?
2.         Bagaimana persepsi mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap
prinsip-prinsip Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia?
3.         Apakah ada perbedaan persepsi antara akuntan publik dan mahasiswa
akuntansi pendidikan profesi akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan?
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
a. Untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai perilaku dan
persepsi mahasiswa pendidikan profesi akuntansi terhadap kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia.
b. Untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai perilaku dan
persepsi akuntan publik terhadap kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
c. Untuk mengetahui perbedaan persepsi mahasiswa pendidikan profesi
akuntansi dan akuntan publik terhadap kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
1.3.2 Manfaat
a. Bagi akademisi :
b. Dapat membantu para akademisi untuk lebih memahami tingkat sensitivitas
mahasiswa akuntansi terhadap Etika Profesi Akuntan. Pemahaman yang lebih
baik terhadap perkembangan etika mahasiswa akuntansi akan dapat member
masukan yang penting dalam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi
akuntansi, yaitu dengan diadakannya mata kuliah Etika Profesi Akuntan bagi
mahasiswa. Hasil penelitian inipun, setidaknya akan dapat menjadi indikator
mengenai bagaimana calon-calon akuntan tersebut akan berperilaku
professional di masa yang akan datang.
c. Dapat membantu para akademisi untuk lebih memahami tingkat sensitivitas
mahasiswa akuntansi terhadap Etika Profesi Akuntan. Pemahaman yang lebih
baik terhadap perkembangan etika mahasiswa akuntansi akan dapat member
masukan yang penting dalam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi
akuntansi, yaitu dengan diadakannya mata kuliah Etika Profesi Akuntan bagi
mahasiswa. Hasil penelitian inipun, setidaknya akan dapat menjadi indikator
mengenai bagaimana calon-calon akuntan tersebut akan berperilaku
professional di masa yang akan datang.
d. Diharapkan akan menjadi masukan yang penting bagi pendidikan tinggi
akuntansi di Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan kualitasnya.
Pendidikan akuntansi sebenarnya tidak saja bertanggungjawab pada pada
pengajaran ilmu pengetahuan bisnis dan akuntansi kepada mahasiswanya,
tetapi juga bertanggungjawab mendidik mahasiswanya, tetapi juga
bertanggungjawab mendidik mahasiswanya agar mempunyai kepribadian
yang utuh sebagai manusia. Hal ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional
( Pasal 4 UU No.2 tahun 1989), yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bagi praktisi :
e. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan para kelompok akuntan yang
menjadi responden, untuk mengetahui seberapa jauh kode etik yang
diterapkan telah melembaga dalam diri masing-masing kelompok akuntan
tersebut, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa perilakunya dapat
memberikan citra profesi yang mapan dan kemahiran profesionalnya dalam
memberikan jasa kepada masyarakat yang semakin berarti, sehingga
menghasilkan audit report yang berkualitas baik.
f. Bagi pemakai jasa profesi, hasil penelitian ini dapat meningkatkan
kepercayaan mereka terhadap profesi akuntan sebagaimana layaknya yang
mereka harapkan.
g. Memberikan masukan dalam mendiskusikan masalah kode etik akuntan guna
penyempurnaan serta pelaksanaannya bagi seluruh akuntan di Indonesia.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Akuntansi PPA dan
Akuntan publik memiliki persepsi yang berbeda terhadap kode etik profesi
akuntan publik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam IAI, meskipun secara
deskriptif kedua kelompok mempunyai persepsi yang baik terhadap kode etik
profesi akuntan. Hal ini menunjukkan satu langkah yang baik dimana di tengah
badai yang menerpa profesi akuntan publik, IAI mengeluarkan kode etik profesi
akuntan yang dapat memulihkan nama baik dan kredibilitasnya yang telah
dipersepsikan dengan baik oleh mahasiswa akuntansi maupun akuntan publik.
Dari pengujian hipotesis diperoleh bahwa adanya perbedaan persepsi
antara mahasiswa akuntansi dengan akuntan publik, dimana mahasiswa akuntansi
PPA memiliki persepsi yang lebih besar mengenai penerapan Kode etik akuntan
sebagaimana dituangkan dalam IAI. Dengan demikian harapan mahasiswa
akuntansi terhadap kode etik akuntan pada IAI menunjukkan lebih tinggi
dibanding akuntan publik itu sendiri.
Adanya perbedaan tersebut lebih banyak dipengaruhi karena faktor
perbedaan pandangan antara praktisi dan akademisi mengenai pelaksanaan kode
etik dalam penerapannya di lapangan. Akuntan publik sebagai pelaksana praktis
yang juga merupakan bisnis mereka tentunya mengharapkan sedikit kelonggaran
dalam penerapan teknis kode etik akuntan, khususnya yang dinilai menghambat
usaha mereka dalam mendapatkan klien. Sebaliknya mahasiswa akuntansi dengan
sebagai akademisi tentunya memiliki pemikiran yang bersifat harapan besar
bahwa kode etik IAI tersebut dapat mengubah pandangan profesi akuntan sebagai
profesi yang lebih baik yang dibatasi oleh norma-norma kesepakatan yang akan
menguntungkan bagi semua pihak yang terkait dengan proses akuntansi.
Kepentingan akuntan publik terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan
profesinya lebih besar daripada mahasiswa akuntansi. Salah satu yang
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan adalah adanya klien. Dalam hal
ini persaingan antara KAP tidak dapat dipungkiri akan memungkinkan
memunculkan satu pelanggaran terhadap kode etik, karena masing-masing KAP
akan mencoba untuk menjadi yang terbaik. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan pihak IAI agar dapat memberikan kelonggaran
dalam menetapkan Kode Etik Akuntan agar pihak akuntan publik tidak
melakukan pelanggaran kode etik untuk mendapatkan klien. Hal ini akan
memperkecil persepsi akuntan publik terhadap kode etik IAI.
Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan
yang dapat menjawab hipotesis penelitian sebelumnya. Kesimpulan tersebut
adalah sebagai berikut :
Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi mahasiswa
akuntansi PPA dan akuntan publik dalam hal ini diterima. Perbedaan persepsi
tersebut lebih banyak dipengaruhi karena faktor perbedaan sudut pandang antara
praktisi dan akademisi mengenai pelaksanaan kode etik dalam penerapannya di

lapangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar