Judul :
ANALISIS PERSEPSI AKUNTAN PUBLIK
DAN
MAHASISWA PENDIDIKAN
PROFESI
AKUNTANSI
TERHADAP KODE ETIK
IKATAN
AKUNTAN INDONESIA
Pengarang :
RONALD ARISETYAWAN
Isi
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seiring dengan
meningkatnya kompetisi dan globalisasi, setiap profesi
dituntut untuk
bekerja secara professional. Kemampuan dan keahlian khusus yang
dimiliki oleh
suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu
bersaing di
dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus
yang dimiliki
oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal
adanya etika
profesi.
Dengan adanya
etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-aturan
khusus yang
harus ditaati oleh pihak yang menjalankan profesi tersebut. Etika
Profesi
diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar
batas-batas
tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas.
Etika tersebut
akan memberi batasan-batasan mengenai apa yang harus dilakukan
dan apa yang
harus dihindari oleh suatu profesi.
Etika profesi
menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadapsuatu
profesi
(Jusup,Al Haryono, 2001: 90). Apabila etika suatu profesi dilanggar maka
harus ada sangsi
yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh profesi
tersebut. Jika
tidak maka akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi tersebut
akan berkurang. Sedangkan apabila suatu profesi dijalankan
berdasarkan
etika profesi yang ada maka hasilnya tidak akan merugikan
kepentingan umum
dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
profesi
tersebut.
Profesi akuntan
sekarang ini dituntut untuk mampu bertindak secara
professional dan
sesuai dengan etika. Hal tersebut karena profesi akuntan
mempunyai
tanggung jawab terhadap apa yang diperbuat baik terhadap
pekerjaannya,
organisasinya, masyarakat dan dirinya sendiri. Dengan bertindak
sesuai dengan
etika maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan
meningkat.Terlebih
saat ini profesi akuntan diperlukan oleh perusahaan,
khususnya
perusahaan yang akan masuk pasar modal. Hal ini disebabkan setiap
perusahaan yang
hendak ikut serta dalam bursa efek wajib diaudit oleh akuntan
publik.
Untuk mendukung
profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), sejak
tahun 1975 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang
telah mengalami
revisi pada tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun
1998. Dalam
mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan
pentingnya
prinsip etika bagi akuntan :
Keanggotaan
dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan
menjadi anggota,
seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
disiplin diri di
atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan
peraturan.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Akuntan Indonesia
menyatakan
pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik,
pemakai jasa dan
rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggung jawab
profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku
etika dan
perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku
terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
(Jusup, Al
Haryono, 2001: 90).
Namun
kenyataanya dalam praktek sehari-hari masih banyak terjadi
pelanggaran
terhadap Kode Etik tersebut. Berbagai pelanggaran terjadi baik di
3
Amerika maupun
di Indonesia. Di Indonesia sendiri pelanggaran Kode Etik sering
dilakukan oleh
akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah.
Runtuhnya
perusahaan raksasa Enron Corporation yang merupakan salah
satu perusahaan
terkemuka di Amerika Serikat telah melibatkan KAP Arthur
Andersen sebagai
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan
tersebut.
Perusahaan tersebut telah diduga melebihkan neraca dan laporan
keuangan.
Skandal Enron memunculkan banyak pertanyaan seputar peranan
Arthur Andersen.
Sebab auditor bertaraf internasional ini telah memainkan dua
posisi strategis
diperusahaan tersebut, sebagai auditor dan konsultan bisnis Enron.
Hal inilah yang
kemudian menjadi perdebatan di kalangan auditor (jasa akuntan
publik) mengenai
industri akuntansi dan potensi benturan kepentingan yang
dihadapi
perusahaan tersebut dalam peranannya di masyarakat (Media
Akuntansi,2002:
17-19).
Arthur Andersen
secara nyata telah melakukan pelanggaran pada prinsip
kepentingan
publik, dimana sebagai Kantor Akuntan Publik yang menerima
kepercayaan
masyarakat yang sangat tinggi justru melakukan kebohongan publik
dengan
membiarkan laporan keuangan Enron terbit. Padahal dalam kenyataannya
Enron diduga
melebih-lebihkan neraca dan laporan keuangan. Selain itu Arthur
Andersen juga
melanggar prinsip integritas dan obyektivitas dimana selain
mengaudit
laporan keuangan Enron mereka juga berperan sebagai konsultan
bisnis mereka.
Arthur Andersen juga mendiskreditkan profesi akuntan publik
dengan
menjalankan dua posisi tersebut, dan hal tersebut jelas melanggar prinsip
perilaku
profesional.
4
Etika akuntan
menjadi isu yang sangat menarik. Di Indonesia issue ini
berkembang
seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi
baik yang
dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan
pemerintah.
Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika ini dapat
ditelusuri dari
laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan
pertanggungjawaban
pengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya
21 kasus yang
melibatkan 53 KAP. Dari hasil penelitian BPKP terhadap 82 KAP
dapat diketahui
bahwa selama tahun 1994 sampai dengan 1997 terdapat 91,81%
KAP tidak
memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik, 82,39% tidak
menerapkan sistem
Pengendalian Mutu, 9,33% tidak mematuhi kode etik dan
5,26% tidak
mematuhi peraturan perundang-undangan. Data terakhir (Media
Akuntansi ,
Edisi 27, 2002,5) ada 10 KAP yang melakukan pelanggaran saat
mengaudit
bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998.
Pelanggaran-pelanggaran
ini seharusnya tidak terjadi apabila setiap
akuntan
mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan menerapkan etika secara
memadai dalam
pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan seseorang
profesional
harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya
melandaskan pada
standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang
profesional
untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat
dipengaruhi oleh
lingkungan dimana dia berada. Penelitian mengenai etika profesi
akuntan ini
dilakukan karena profesi akuntan aktivitasnya tidak terlepas dari
aktivitas bisnis
yang menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga
harus memahami
dan menerapkan etika profesinya dalam bisnis. Penelitian ini
5
juga dilakukan kepada
mahasiswa akuntansi karena mereka adalah calon akuntan
yang seharusnya
terlebih dulu dibekali pengetahuan mengenai etika sehingga
kelak bisa
bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi.
Persepsi perlu
diteliti karena sebagai gambaran pemahaman terhadap kode
etik profesi.
Dengan pengetahuan, pemahaman, kemauan yang lebih untuk
menerapkan
nilai-nilai moral dan etika secara memadai dapat mengurangi
berbagai
pelanggaran etika (Ludigdo, 1999).
Untuk
mempersempit ruang lingkup penelitian, peneliti memfokuskan
penelitian pada
3 Prinsip Etika yaitu Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan
Publik, dan
Kerahasiaan.
Penelitian yang
dilakukan Stevens et al. (1993) hasil analisis dengan t-test
menunjukkan bahwa
secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan di antara
kelompok,
walaupun ada kecenderungan staf pengajar lebih berorientasi etis
disbanding
mahasiswa baik yang tingkat akhir maupun mahasiswa baru. Desriani
(1993) bahwa
terdapat persepsi yang signifikan antar kelompok akuntan.
Sihwahjoeni dan
Gudono (2000) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan
persepsi yang signifikan diantara tujuh kelompok akuntan. Dalam
penelitiannya
juga mengungkapkan bahwa di antara kelompok profesi akuntan
tersebut
mempunyai persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik.
Jaka Winarna dan
Ninuk Retnowati (2003) hasil penelitiannya
menunjukkan
bahwa untuk prinsip etika secara keseluruhan disimpulkan bahwa
antara akuntan
publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi mempunyai
perbedaan
persepsi yang signifikan terhadap Kode Etik. Indiana Farid Martadi dan
6
Sri Suranta
(2006) bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara
akuntan pria dan
mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswa
akuntansi
terhadap etika profesi. Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan
antara karyawan
bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita
terhadap etika
profesi.
Nicolas
Koumbiadis dan John S.Okpara (2008) Hasil studi ini
mengindikasikan
bahwa persepsi mahasiswa akuntansi dalam kedua kelompok
sejalan dengan
Teori Pengembangan Moral Kohlberg. Pembandingan mean
responden
melaporkan bahwa mahasiswa akuntansi memahami tanggung jawab
dan konsekuensi
hal – hal yang tidak etis.
Berdasarkan
permasalahan yang ada tersebut maka menjadi latar belakang
untuk menyusun
skripsi ini dengan judul “Analisis Persepsi Akuntan Publik dan
Mahasiswa
Pendidikan Profesi Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia
1.2 Perumusan
Masalah
Dengan mencermati kondisi saat
ini, peran akuntan di mata masyarakat
seringkali dipandang negatif. Hal
tersebut dikarenakan banyak kasus yang
merugikan masyarakat secaraluas
seperti kasus Enron yang terjadi di Amerika
dimana KAP Arthur Andersen yang
ditunjuk sebagai auditor laporan keuangan
melakukan pelanggaran berupa ikut
serta dalam memanipulasi laporan keuangan
Enron Corporation agar performa
klien terlihat lebih bagus di mata investor.
Padahal apabila Kode Etik Akuntan
yang mengatur mengenai pelaksanaan profesi
akuntan dilaksanakan dengan tulus
dan niat yang baik maka hal tersebut tidak
seharusnya terjadi.
Penegakan etika profesi harus
dimulai melalui pemahaman dan
penghayatan dengan kesadaran
penuh sedini mungkin, yaitu sejak bangku kuliah.
Apabila pemahaman akan Kode Etik
Akuntan tersebut tidak dipersepsikan dengan
baik maka dalam melakukan praktek
kerja di masyarakat akan mengurangi
kualitas audit report (Ludigdo,
1999). Berdasarkan hal tersebut maka dalam
penelitian
ini masalah yang diangkat adalah:
1. Bagaimana persepsi akuntan publik terhadap prinsip-prinsip
Kode Etik
Ikatan Akuntan
Indonesia?
2. Bagaimana persepsi mahasiswa pendidikan profesi akuntansi
terhadap
prinsip-prinsip
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia?
3. Apakah ada perbedaan persepsi antara akuntan publik dan
mahasiswa
akuntansi
pendidikan profesi akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan?
1.3 Tujuan Dan
Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
a. Untuk menguji dan mendapatkan
bukti empiris mengenai perilaku dan
persepsi mahasiswa pendidikan
profesi akuntansi terhadap kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia.
b. Untuk menguji dan mendapatkan
bukti empiris mengenai perilaku dan
persepsi akuntan publik terhadap
kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
c. Untuk mengetahui perbedaan
persepsi mahasiswa pendidikan profesi
akuntansi dan akuntan publik
terhadap kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
1.3.2 Manfaat
a. Bagi akademisi :
b. Dapat membantu para akademisi
untuk lebih memahami tingkat sensitivitas
mahasiswa akuntansi terhadap
Etika Profesi Akuntan. Pemahaman yang lebih
baik terhadap perkembangan etika
mahasiswa akuntansi akan dapat member
masukan yang penting dalam
penyusunan kurikulum pendidikan tinggi
akuntansi, yaitu dengan
diadakannya mata kuliah Etika Profesi Akuntan bagi
mahasiswa. Hasil penelitian
inipun, setidaknya akan dapat menjadi indikator
mengenai bagaimana calon-calon
akuntan tersebut akan berperilaku
professional di masa yang akan
datang.
c. Dapat membantu para akademisi
untuk lebih memahami tingkat sensitivitas
mahasiswa akuntansi terhadap
Etika Profesi Akuntan. Pemahaman yang lebih
baik terhadap perkembangan etika
mahasiswa akuntansi akan dapat member
masukan yang penting dalam
penyusunan kurikulum pendidikan tinggi
akuntansi, yaitu dengan
diadakannya mata kuliah Etika Profesi Akuntan bagi
mahasiswa. Hasil penelitian
inipun, setidaknya akan dapat menjadi indikator
mengenai bagaimana calon-calon
akuntan tersebut akan berperilaku
professional di masa yang akan
datang.
d. Diharapkan akan menjadi
masukan yang penting bagi pendidikan tinggi
akuntansi di Indonesia dalam
upaya untuk meningkatkan kualitasnya.
Pendidikan akuntansi sebenarnya
tidak saja bertanggungjawab pada pada
pengajaran ilmu pengetahuan
bisnis dan akuntansi kepada mahasiswanya,
tetapi juga bertanggungjawab
mendidik mahasiswanya, tetapi juga
bertanggungjawab mendidik
mahasiswanya agar mempunyai kepribadian
yang utuh sebagai manusia. Hal
ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional
( Pasal 4 UU No.2 tahun 1989),
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bagi praktisi :
e. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) dan para kelompok akuntan yang
menjadi responden, untuk
mengetahui seberapa jauh kode etik yang
diterapkan telah melembaga dalam
diri masing-masing kelompok akuntan
tersebut, sehingga secara umum
dapat dikatakan bahwa perilakunya dapat
memberikan citra profesi yang
mapan dan kemahiran profesionalnya dalam
memberikan jasa kepada masyarakat
yang semakin berarti, sehingga
menghasilkan audit report yang
berkualitas baik.
f. Bagi pemakai jasa profesi,
hasil penelitian ini dapat meningkatkan
kepercayaan mereka terhadap
profesi akuntan sebagaimana layaknya yang
mereka harapkan.
g. Memberikan masukan dalam
mendiskusikan masalah kode etik akuntan guna
penyempurnaan serta
pelaksanaannya bagi seluruh akuntan di Indonesia.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa mahasiswa Akuntansi PPA dan
Akuntan publik memiliki persepsi
yang berbeda terhadap kode etik profesi
akuntan publik Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam IAI, meskipun secara
deskriptif kedua kelompok
mempunyai persepsi yang baik terhadap kode etik
profesi akuntan. Hal ini
menunjukkan satu langkah yang baik dimana di tengah
badai yang menerpa profesi akuntan
publik, IAI mengeluarkan kode etik profesi
akuntan yang dapat memulihkan
nama baik dan kredibilitasnya yang telah
dipersepsikan dengan baik oleh
mahasiswa akuntansi maupun akuntan publik.
Dari pengujian hipotesis
diperoleh bahwa adanya perbedaan persepsi
antara mahasiswa akuntansi dengan
akuntan publik, dimana mahasiswa akuntansi
PPA memiliki persepsi yang lebih
besar mengenai penerapan Kode etik akuntan
sebagaimana dituangkan dalam IAI.
Dengan demikian harapan mahasiswa
akuntansi terhadap kode etik akuntan
pada IAI menunjukkan lebih tinggi
dibanding akuntan publik itu
sendiri.
Adanya perbedaan tersebut lebih
banyak dipengaruhi karena faktor
perbedaan pandangan antara
praktisi dan akademisi mengenai pelaksanaan kode
etik dalam penerapannya di
lapangan. Akuntan publik sebagai pelaksana praktis
yang juga merupakan bisnis mereka
tentunya mengharapkan sedikit kelonggaran
dalam penerapan teknis kode etik
akuntan, khususnya yang dinilai menghambat
usaha mereka dalam mendapatkan
klien. Sebaliknya mahasiswa akuntansi dengan
sebagai akademisi tentunya
memiliki pemikiran yang bersifat harapan besar
bahwa kode etik IAI tersebut
dapat mengubah pandangan profesi akuntan sebagai
profesi yang lebih baik yang
dibatasi oleh norma-norma kesepakatan yang akan
menguntungkan bagi semua pihak
yang terkait dengan proses akuntansi.
Kepentingan akuntan publik
terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan
profesinya lebih besar daripada
mahasiswa akuntansi. Salah satu yang
mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan adalah adanya klien. Dalam hal
ini persaingan antara KAP tidak
dapat dipungkiri akan memungkinkan
memunculkan satu pelanggaran
terhadap kode etik, karena masing-masing KAP
akan mencoba untuk menjadi yang
terbaik. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan pihak
IAI agar dapat memberikan kelonggaran
dalam menetapkan Kode Etik
Akuntan agar pihak akuntan publik tidak
melakukan pelanggaran kode etik
untuk mendapatkan klien. Hal ini akan
memperkecil persepsi
akuntan publik terhadap kode etik IAI.
Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data yang
dilakukan, dapat diambil kesimpulan
yang dapat menjawab hipotesis
penelitian sebelumnya. Kesimpulan tersebut
adalah sebagai berikut :
Hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan persepsi mahasiswa
akuntansi PPA dan akuntan publik
dalam hal ini diterima. Perbedaan persepsi
tersebut lebih banyak dipengaruhi
karena faktor perbedaan sudut pandang antara
praktisi dan akademisi mengenai
pelaksanaan kode etik dalam penerapannya di
lapangan.